Malam
ini begitu banyak yang membahas akan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala
Daerah yang saat ini menjadi isu hangat dan pembahasan para aktivis, sampai ke
gubernur-gubernur, seakan-akan semua masyarakat yang peduli akan nasib bangsa
ini tertuju ke RUU PILKADA. Seperti halnya malam ini Tim Aksi Universitas
Negeri Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Green Force UNJ membuat kuliah
tweet di Media Sosial Twitter, berikut pembahasan dari GF UNJ.
Pergerakan
mahasiswa tak kan pernah padam, dan takkan tertunduk akan mudharat pemerintah,
dengan semangat demokrasi pancasila kami kumandangkan kalimat yang mengelorakan
para mahasiswa “HIDUP MAHASISWA”, kali ini kami akan membahas terkait fakta-fakta tentang RUU PILKADA yang saat ini
menjadi isu di kalangan aktivis dan masyarakat, sebelum membahas akan RUU
PILKADA baiknya dapat cek draft revisi RUU Pilkada no.32 tahun 2004 yang
berisikan tentang pemerintahan yang didalamnya mengatur tentang Pemilihan
Kepala Daerah.
Sejak
tahun 2010 draft ini telah disiapkan oleh Kemendagri sesuai kesepakatan antar
komisi II DPR dengan Kemendagri, pembahasan akan RUU ini sudah berjalan selama
2 tahun, naskah RUU Pilkada berisikan 3 tujuan yang di antaranya:
a.
Memberikan
arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang
pemerintah daerah
b.
Menyelaraskan
pengaturan norma akademis
c.
Memberikan
penjelasan mengenai kerangka piker dan tujuan norma-norma pengaturan dalam
undang-undang tentang pemilihan gubernur dan bupati/walikota
RUU
Pilkada ini terdiri atas 7 BAB dan 181 Pasal serta ada 2 ketentuan baru yang
berbeda secara signnifikan dari ketentuan UU No. 32 Tahun 2004
1.
Pilkada
hanya memilih gubernur dan bupati/walikota sementara wakil bupati/walikota
ditunjuk dari lingkungan PNS
2.
Gubernur
tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat melainkan dari DPRD Provinsi
Saat
ini pembahasannya mengenai draft RUU Pilkada yang kedua.
“Gubernur dipilih oleh DPRD
Provinsi secara demokratis berdasarkan atas asas bebas, rahasisa, jujur dan
adil” itulah isi dari BAB
II Pemilihan Gubernur bagan satu asas dan pelaksanaan Pasal 2, dan jelas hal
ini menjadi perdebatan karena sebelumnya pemilihan gubernur dilakukan secara
langsung.
“Pemilihan Bupati/Walikota
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil” itu merupakan isi dari BAB III Pemilihan
Bupati/Walikota bagian pertama asas dan pelaksanaan pemilihan paragraph 1 pasal
42, sungguh sangat dilematis memang RUU ini masih menajdi perdebatan padahal
awal 2015 nanti sejumlah daerah akan melakukan pemilihan daerah, dan jika RUU
ini di sah kan maka kalangan masyarakt pun akan mengungat RUU Pilkada.
Mengapa
Pemilihan Gubernur dipilih oleh DPRD sedangakn Pemilihan Walikota/Bupati
dilakukan secara langsung oleh rakyat? Pemerintah pun menilai Gubernur memiliki
Bupati/Walikota untuk turun langsung ke daerahnya masing-masing
Jadi
Pemilihan Gubernur tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat hanya Pemilihan
Bupati/Walikota saja yang dipilih secara langsung karena merekalah yang
nantinya akan lebih dekat dengan rakyat, sementara itu Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar mengatakan “walaupun dipilih
oleh DPRD, partai tidak bisa begitu saja mengajukan calonnya harus diuji public
oleh KPU selama 6bulan” agun mengatakan
langkah ini diambil demi mendapatkan outcome yang lebih baik, uji publik
nantinya akan dilakukan oleh tim panel bentukan KPU yang berisi lima orang,
lima orang ini terdiri dari satu orang dari KPU dan dua orang akademisi.
Seorang
pengusung parpol berpendapat ada 3 dampak buruk yang ditimbulkan dari pilkada
secara langsung, pilkada langsung boros biaya “anda tidak perlu hitung biaya
konkritnya tapi coba bayangkan saja berapa biaya yang harus keluar untuk
menyelenggarakan pemilihan umum langsung oleh rakyat, walau tak bisa menghitung
sendiri angka pastinya saya yakin secara logika kita dapat membandingkannya. Kedua, pilkada langsung melahirkan banyak caleg yang
gagal lalu mengalami gangguan kejiwaan, pemilu langsung adalah sistem yang
memaksa seseorang calon untuk menjual kekayaannya untuk pendanaan kampanye, hal
ini menjadikan mereka jika gagal menjadi korban demokrasi yang tidak sehat.
Selanjutnya pilkada langsung melanggengkan tindakan korupsi “bagi yang terpilih
mereka akan berusaha agar balik modal caranya? Tindakan korupsi. Beliau
berpendapat bahwa pilkada tidak langsung sebuah kemunduran demokrasi karena
dulu Indonesia pernah mengunakan sistem pemilihan oleh legislative yang
menurutnya sudah baik.
Asosiasi
Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menyebutkan keputusan pilkada
tak langsung merupakan langkah mundur, Ketua
Umum APKASI Isran Noor menyatakan hak dan partisipasi politik rakyat dalam
pemilihan umum langsung jangan sampai dikembalikan ke DPRD apalagi hasil itu
perjuang Reformasi 1998 “bila pilkada dikembalikan kepada DPRD maka terjadi
perampokan terhadap Hak-Hak politik rakyat” dia menambahkan alasan bahwa
pilkada langsung berbiaya mahal, menimbulkan konflik horizontal mengakibatkan
banyak politik uang, timbul korupsi, pecah kongsi,dsb adalah kesimpulan yang
mengada-ada sebab semua itu dapat diatur dengan regulasi dan sistem yang lebih
baik.
Menurut
sekjend salah satu partai politik bahwa mereka tetap mendukung kedaulatan
rakyat untuk memilih langsung, menurutnya dari telaah pendekatan konsolidasi
gagasan DPRD merupakan wacana yang tak sejalan dengan semangat dan tujuan
demokratis Indonesia, alasan ongkos politik yang mahal adalah alasan yang tidak
dapat menjustifikasikan pilkada oleh DPRD, belum ada penilitian ilmiah yang
dapat memastikan biaya pilkada oleh DPRD lebih efisien daripada pilkada
langsung. Selengkapnya dapat melihat http://t.co/97h7lUf5xC
Saat ini ada 5 fraksi yang menyetujui terkait RUU Pilkada yang
pemilihan dilakukan oleh DPRD yaitu 5 fraksi dari Komisi II DPRD diantaranya:
1.
Partai Golongan Karya (GOLKAR)
2.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
3.
Partai Gerindra
4.
Partai Amanat Nasional (PAN)
5.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Dari kelima fraksi di atas ada ketiga fraksi di Komisi II DPRD yang
menyetujui pemilihan langsung oleh rakyat diantaranya:
1.
Partai PDI Perjuangan (PDIP)
2.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3.
Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)
Dan menurut isu terkait dan pemberitaan di media massa terkait RUU
Pilkada ini akan di sahkan tanggal 25 September 2014, saat ini para aktivis dan
masyarakat terus menyuarakan aspirasi mereka terkait ketidak setujuan mereka
akan pemilihan oleh DPRD.
Semua tulisan diatas ada di Twitter @GreenForce_UNJ dan
@Redsoldier_UNJ .