Disudut kota ini aku berada, melihat
berbagai kehidupan para masyarakatnya, disini lah aku melihat rumah-rumah yang
hanya terhalang pembatas, rumah-rumah yang tak terhitung berapa banyaknya
hingga masyarakatnya yang sudah pasti tak dapat terhitung, ini lah kondisi saat
ini.
Masyarakat berbondong-bondong menuju
kota besar untuk mendapatkan kehidupan yang layak tapi tak pelak nasib buruk
menimpanya, bahkan ada sebuah lagu yang mengambarkan, “siapa suruh datang
Jakarta, siapa suruh datang Jakarta” ya siapa suruh, tapi keyakinan dan
keinginan mereka mengalahkan segalanya tapi apa daya masyarakat dan lowongan
perkerjaan di kota ini tak sebanding, para sarjana pun susah mendapatkan
perkerjaan yang layak sampai harus ke luar kota, tapi kalian yang tak tahu tingkat
pendidikannya terus berkeinginan untuk mendatangi ibukota ini.
Sungguh kota ku ini sudah penuh bahkan
jika diibaratkan dengan gelas terisi air ini airnya sudah tak terbendung, miris
jika melihat kondisi ini rumah dimana-mana, lahan apapun jadi, bantaran sungai pun dijadikan rumah, apakah
layak? Bukan kah bantaran ini untuk pengairan menuju laut jika tersendat apakah
tidak menimbulkan banjir? Itu lah salah satu penyebab kota ku ini menjadi kota
langganan banjir, jika bogor dengan kota hujannya maka Jakarta dengan banjir
dan kemacetannya.
Miris jika aku melihat Negara lain yang
memiliki sungai yang bisa menjadi objek wisata dirawat dengan baik, tidak
kotor, bisa menjadi tempat tinggal makhluk hidup, namun jika ku melihat kota ku
ini, sungai banyak tapi tidak ada yang dapat dilihat kecuali sampah, bau limbah
dan perumahan penduduk bantaran kali, akan kah terus seperti ini nasib kota ku?
Apalagi yang akan dibenahi dari kota ku
ini, kemacetan, banjir apalagi yang akan diperbaiki? Sudah kota ku ini sudah cukup
sesak akan padatnya manusia-manusia disini, cobalah berpikir bangunlah kotamu
bangkitkanlah kota mu, daerah mu, desa mu, menjadi maju bukankah itu lebih
baik, jujur aku rindu hamparan sawah, udara yang sejuk, air jenih mengalir, aku
rindu suasana perdesaan tapi apalah daya inilah kehidupanku, tapi aku teringat
ucapanku aku akan membangun daerah asalku, biarkanlah 18 tahun diriku hidup
disini tapi keinginan terbesarku untukmu kampung halaman orang tuaku.
Boleh kah aku berharap satu hal, aku
ingin kota ku ini dapat di bangga kan, kota ku yang penuh ragam budaya, ragam
suku berbaur menjadi satu, ramah, sopan, toleransi inilah yang aku bangga kan
dari kotaku, walau begitu banyak kekurangan tapi aku tetap mencoba menjadi
generasi penerus bangsa yang peduli akan nasib bangsa, kota, daerahnya. Mulai
lah dari dirimu sendiri, sosialisasikan kepada keluargamu, temanmu, dan para
masyarakat lainnya, perubahan tak kan terjadi jika kita hanya berdiam diri
menanti tanpa adanya tindakan untuk perubahan yang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar