Minggu, 14 September 2014

Polemik RUU PILKADA



Malam ini begitu banyak yang membahas akan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang saat ini menjadi isu hangat dan pembahasan para aktivis, sampai ke gubernur-gubernur, seakan-akan semua masyarakat yang peduli akan nasib bangsa ini tertuju ke RUU PILKADA. Seperti halnya malam ini Tim Aksi Universitas Negeri Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Green Force UNJ membuat kuliah tweet di Media Sosial Twitter, berikut pembahasan dari GF UNJ.
Pergerakan mahasiswa tak kan pernah padam, dan takkan tertunduk akan mudharat pemerintah, dengan semangat demokrasi pancasila kami kumandangkan kalimat yang mengelorakan para mahasiswa “HIDUP MAHASISWA”, kali ini kami akan membahas terkait  fakta-fakta tentang RUU PILKADA yang saat ini menjadi isu di kalangan aktivis dan masyarakat, sebelum membahas akan RUU PILKADA baiknya dapat cek draft revisi RUU Pilkada no.32 tahun 2004 yang berisikan tentang pemerintahan yang didalamnya mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Sejak tahun 2010 draft ini telah disiapkan oleh Kemendagri sesuai kesepakatan antar komisi II DPR dengan Kemendagri, pembahasan akan RUU ini sudah berjalan selama 2 tahun, naskah RUU Pilkada berisikan 3 tujuan yang di antaranya:
a.    Memberikan arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemerintah daerah
b.    Menyelaraskan pengaturan norma akademis
c.    Memberikan penjelasan mengenai kerangka piker dan tujuan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemilihan gubernur dan bupati/walikota
RUU Pilkada ini terdiri atas 7 BAB dan 181 Pasal serta ada 2 ketentuan baru yang berbeda secara signnifikan dari ketentuan UU No. 32 Tahun 2004
1.     Pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/walikota sementara wakil bupati/walikota ditunjuk dari lingkungan PNS
2.    Gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat melainkan dari DPRD Provinsi
Saat ini pembahasannya mengenai draft RUU Pilkada yang kedua.
“Gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi secara demokratis berdasarkan atas asas bebas, rahasisa, jujur dan adil” itulah isi dari BAB II Pemilihan Gubernur bagan satu asas dan pelaksanaan Pasal 2, dan jelas hal ini menjadi perdebatan karena sebelumnya pemilihan gubernur dilakukan secara langsung.
“Pemilihan Bupati/Walikota dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”  itu merupakan isi dari BAB III Pemilihan Bupati/Walikota bagian pertama asas dan pelaksanaan pemilihan paragraph 1 pasal 42, sungguh sangat dilematis memang RUU ini masih menajdi perdebatan padahal awal 2015 nanti sejumlah daerah akan melakukan pemilihan daerah, dan jika RUU ini di sah kan maka kalangan masyarakt pun akan mengungat RUU Pilkada.
Mengapa Pemilihan Gubernur dipilih oleh DPRD sedangakn Pemilihan Walikota/Bupati dilakukan secara langsung oleh rakyat? Pemerintah pun menilai Gubernur memiliki Bupati/Walikota untuk turun langsung ke daerahnya masing-masing
Jadi Pemilihan Gubernur tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat hanya Pemilihan Bupati/Walikota saja yang dipilih secara langsung karena merekalah yang nantinya akan lebih dekat dengan rakyat, sementara itu Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar mengatakan “walaupun dipilih oleh DPRD, partai tidak bisa begitu saja mengajukan calonnya harus diuji public oleh KPU selama 6bulan”  agun mengatakan langkah ini diambil demi mendapatkan outcome yang lebih baik, uji publik nantinya akan dilakukan oleh tim panel bentukan KPU yang berisi lima orang, lima orang ini terdiri dari satu orang dari KPU dan dua orang akademisi.
Seorang pengusung parpol berpendapat ada 3 dampak buruk yang ditimbulkan dari pilkada secara langsung, pilkada langsung boros biaya “anda tidak perlu hitung biaya konkritnya tapi coba bayangkan saja berapa biaya yang harus keluar untuk menyelenggarakan pemilihan umum langsung oleh rakyat, walau tak bisa menghitung sendiri angka pastinya saya yakin secara logika kita dapat membandingkannya. Kedua,  pilkada langsung melahirkan banyak caleg yang gagal lalu mengalami gangguan kejiwaan, pemilu langsung adalah sistem yang memaksa seseorang calon untuk menjual kekayaannya untuk pendanaan kampanye, hal ini menjadikan mereka jika gagal menjadi korban demokrasi yang tidak sehat. Selanjutnya pilkada langsung melanggengkan tindakan korupsi “bagi yang terpilih mereka akan berusaha agar balik modal caranya? Tindakan korupsi. Beliau berpendapat bahwa pilkada tidak langsung sebuah kemunduran demokrasi karena dulu Indonesia pernah mengunakan sistem pemilihan oleh legislative yang menurutnya sudah baik.
Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menyebutkan keputusan pilkada tak langsung merupakan langkah mundur, Ketua Umum APKASI Isran Noor menyatakan hak dan partisipasi politik rakyat dalam pemilihan umum langsung jangan sampai dikembalikan ke DPRD apalagi hasil itu perjuang Reformasi 1998 “bila pilkada dikembalikan kepada DPRD maka terjadi perampokan terhadap Hak-Hak politik rakyat” dia menambahkan alasan bahwa pilkada langsung berbiaya mahal, menimbulkan konflik horizontal mengakibatkan banyak politik uang, timbul korupsi, pecah kongsi,dsb adalah kesimpulan yang mengada-ada sebab semua itu dapat diatur dengan regulasi dan sistem yang lebih baik.
Menurut sekjend salah satu partai politik bahwa mereka tetap mendukung kedaulatan rakyat untuk memilih langsung, menurutnya dari telaah pendekatan konsolidasi gagasan DPRD merupakan wacana yang tak sejalan dengan semangat dan tujuan demokratis Indonesia, alasan ongkos politik yang mahal adalah alasan yang tidak dapat menjustifikasikan pilkada oleh DPRD, belum ada penilitian ilmiah yang dapat memastikan biaya pilkada oleh DPRD lebih efisien daripada pilkada langsung. Selengkapnya dapat melihat http://t.co/97h7lUf5xC
Saat ini ada 5 fraksi yang menyetujui terkait RUU Pilkada yang pemilihan dilakukan oleh DPRD yaitu 5 fraksi dari Komisi II DPRD diantaranya:
1.     Partai Golongan Karya (GOLKAR)
2.    Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
3.    Partai Gerindra
4.    Partai Amanat Nasional (PAN)
5.    Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Dari kelima fraksi di atas ada ketiga fraksi di Komisi II DPRD yang menyetujui pemilihan langsung oleh rakyat diantaranya:
1.     Partai PDI Perjuangan (PDIP)
2.    Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3.    Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)
Dan menurut isu terkait dan pemberitaan di media massa terkait RUU Pilkada ini akan di sahkan tanggal 25 September 2014, saat ini para aktivis dan masyarakat terus menyuarakan aspirasi mereka terkait ketidak setujuan mereka akan pemilihan oleh DPRD.
Semua tulisan diatas ada di Twitter @GreenForce_UNJ dan @Redsoldier_UNJ .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar