Sabtu, 09 April 2016

Perempuan: Budaya Patriarki dan Kesetaraan Gender



          
Pandangan mengenai kesetaraan gender begitu kental akan gerakan feminism, bahkan istilah gender pun berasal dari para feminis, jika menurut penulis buku Cultural Studies Chris Barker beranggapan bahwa subordinasi kepada perempuan terjadi dalam semua institusi, baik sosial maupun prakter institusi, oleh karena itu pensubordinasian terhadap perempuan dianggap struktural maka di gambarkan sebagai patriarki, budaya patriarki sendiri begitu kental di Indonesia, budaya patriarki merupakan sebuah gambaran sistem dimana menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam sebuah organisasi sosial.
Di Negara Indonesia sendiri, memperlihatkan mengenai kedudukan seorang laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, jika kita menguak sejarah menjelaskan bahwa laki-laki diperbolehkan meneruskan pendidikan sedangkan perempuan tidak boleh karena ujung-ujungnya akan Dapur, Kasur, Sumur, sehingga perempuan kurang mendapatkan pendidikan, lalu muncullah gerakan emansipasi perempuan yang digagas oleh Raden Ajeng Kartini, dalam hal ini sebenarnya menuntut hak perempuan dalam dunia pendidikan, bagaimana perempuan dapat menjadi role model dalam sosialisasi primer di keluarga jikalau perempuan tidak mampu memberikan pemahaman mengenai pembelajaran pendidikan, sehingga penting perempuan dalam menempuh pendidikan.
Walaupun dalam gambaran sejarah bahwa perempuan kaum termarginalkan namun paradigma terus terhegomoni hingga sekarang sehingga perempuan selalu dianggap kaum lemah, namun inilah faktanya bahwa seberapa kuat gerakan feminism di Indonesia namun budaya patriarki yang sudah dipegang erat oleh masyarakat Indonesia susah untuk dihilangkan. Walaupun perempuan saat ini sudah dapat menempuh pendidikan dengan bebas namun kembali lagi jika sudah berumah tangga harus dapat membagi peran, sebenarnya bias gender seperti ini muncul karena kontruksi masyarakat itu sendiri, misalkan pada zaman dulu perempuan menempati Kamar, Kasur dan Dapur namun sekarang di bidang politik pun 30% membutuhkan posisi perempuan dalam setiap Partai Politik.
Budaya patriarki akan terus ada selama masyarakat yang terus mengkontruksi mengenai status dan peran itu sendiri, sebagai analisis pada sebuah lagu Aku Cuma Punya Hati, di dalam lagu tersebut di setiap bait syair lagu mengambarkan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, bagaimana tidak, ditinggalkan dia diam, di sakiti dia diam dengan alasan bahwa perempuan punya hati, sehingga tergambarkan dalam benak masyarkat khususnya remaja saat ini mengimplementasikan bahwa perempuan pakai perasaan sedangkan laki-laki mengunakan logika, dan terus berlanjut sehingga gerakan-gerakan untuk menaikan derajat perempuan akan tergusur jikalau pengunaan hal yang “in” untuk kembali mendoktrin masyarakat.
Bahkan dari kecil pun anak-anak sudah di doktrin melalui beberapa film Disney, yang mana mengambarkan bahwa perempuan lemah, perempuan menjual tubuhnya untuk kepentingan, bahkan perempuan tidak punya pendirian, sedangkan kaum pria digambarkan kuat, berpendirian, hal-hal kecil seperti inilah yang perlu diperjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki pada dasarnya setara namun pada peran-peran yang sesuai, seperti halnya agama islam menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa secara umum dalam setiap ayatnya telah membicarakan mengenai hubungan gender, hubungan antara laki-laki dan perempuan serta hak-hak mereka dalam konsepsi yang bersifat adil.
Al Qur’an dalam agama islam dipandang sebagai pedoman hidup sehingga segala sesuatu berpayung dalam Al Qur’an dan Hadist, dalam permasalahan gender diperjelaskan dalam Qs. An-Nisa yang memandang perempuan sebagai makhluk yang  mulia dan harus di hormati, yang pada satu waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka. Pada ayat Pertama Surat An-Nisaa menjelaskan bahwa Allah telah menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan Makhluk Allah yang masing-masing jika beramal soleh akan diberikan pahala sesuai dengan amalnya, kedua-duanya diciptakan mela;ui jiwa yang satu, yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan, yang membedakan adalah Amal ibadah. Walaupun menyetarakan namun Islam tetap membagi masing-masing fungsi dan tugas, Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur.  Oleh karenanya, sebagai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan  komposisi kimia dalam tubuh.
Sehingga kesetaraan gender hanya konstruksi dari masyarakat itu sendiri, dan akan sulit diterapkan di Indonesia yang mana masyarakatnya kental akan budaya patriarki yang telah mendarah daging, jadikanlah dirimu laki-laki dan perempuan sesuai dengan tugas dan perannya masing-masing.

Kamis, 17 Maret 2016

Ada Apa Dengan Kuliah Nyata (?)




Sebuah kegiatan yang diadakan selama sebulan di suatu daerah dapat dipastikan dapat meningkatkan ikatan silahturahmi, apalagi jika anggota yang tergabung dari beberapa jurusan serta fakultas yang berbeda, bukan kah menarik, inilah yang dinamakan Kuliah Kerja Nyata atau KKN yang diadakan selama sebulan di suatu daerah di wilayah jawa barat, entah itu di banten, purwakarta dan sebagainya, selama sebulan akan banyak kenangan dan kegiatan sosial yang dapat dilakukan guna mengaplikasikan salah satu tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat, karena tidak semua orang mampu dan ada waktu untuk melaksanakan pengabdian masyarakat, lantas ada kabar bahwa KKN ini akan dijadikan Mata Kuliah Pilihan, bukan kah menjadi sebuah tanda Tanya (?) besar, ada apa dengan kkn ini hingga harus menjadi mata kuliah pilihan, yang artinya bebas bisa dipilih atau tidak. 

Di awal semester genap ini, dengan berakhirnya Kuliah Kerja Nyata bagi angkatan 2013 pada januari lalu, menghadirkan sebuah berita bahwa kkn akan dijadikan mata kuliah pilihan, ada apa sebenarnya dengan kkn, apakah karena kegiatan kkn ini setiap waktunya ada saja memakan korban, bukan hanya korban luka melainkan korban jiwa pun sehingga harus di evaluasi dijadikan mata kuliah pilihan, sebenarnya jika kita menarik benang merah bahwa kkn ini ada dampaknya tersendiri, bagaimana pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengevaluasi, memperbaiki kinerja setiap tahunnya. 

Jika dikoreksi bahwa kkn ini seharusnya menjadi sebuah aplikasi pengabdian masyarakat pada tri dharma perguruan tinggi, dan yang harus diperbaiki adalah kedua belah pihak yang melakukan dan mewadahi kkn itu sendiri, teruntuk pihak yang mewadahi seharusnya mampu menjaga dan mengawasi setiap tindakan dan perilaku mahasiswa yang berada di daerah tersebut, sehingga meminimalisir masalah, pengawasannya kurang, kabarnya kkn ada dosen pembimbing namun ada suatu ketika dosen tersebut tidak tahu bahwa dirinya menjadi dosen pembimbing, ada apa dengan ini (?). selain itu, bahkan mahasiswa pun bebas pulang ke rumah tanpa adanya pengawasan, jikalau ada kejadian yang tidak diinginkan, mau menyalahkan siapa (?). teruntuk mahasiswa pun seharusnya mampu dijaga dan menjaga teman sekelompoknya, dan jangan mengulangi kesalahan di lubang yang sama, buatlah perbaikan nama unj sehingga kesan baik mahasiswa pendidikan dapat terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat setempat. 

Dan yang menjadi pertanyaan adalah jika dijadikan mata kuliah pilihan, bagaimana dengan nasib mahasiswa semester 6 yang belum mengikuti kkn sedangkan 2sks kkn akan dikemanakan, padahal kondisi mahasiswa itu akan melaksanakan pkm, inikah balada mahasiswa yang belum bisa mengikuti kkn.
Selain berbagai polemik dijadikan mata kuliah pilihan, bagaimana jalan pendanaan kkn, tapi tidak dipergunakan, salah satu pertanyaan yang belum terjawab hingga sekarang. 

Pada dasarnya semua pihak harus berjalan seiringan dan mengevaluasi kinerja setiap tahunnya, karena hampir semua kampus memiliki sistematika kkn yang baik, ambil lah kebaikannya lalu perbaiki yang salah di sistematika kkn unj, bukankah memperbaiki itu lebih baik dibandingkan membiarkan.

Helmina Mutia
Mahasiswa Sosiologi
Universitas Negeri Jakarta

Selasa, 15 Maret 2016

UNTUKMU PEMIMPIN KOTAKU



Akan ada saat dimana kita harus memilih untuk menentukan siapakah pemimpin kita selanjutnya tetap sama kah atau berganti wajah, saat itulah tepatkan hatimu untuk memilih demi kebaikan kotamu, tak terasa sebentar lagi kota tercinta ini kota banjir dan kemacetan ini akan menganti pemimpinnya, taukah kamu kota apa yang ku bahas, kota Jakarta yang “katanya” ibukota Indonesia. Kota ini menjadi pusat segala pusat perkembangan, bagaimana tidak segala bentuk pemerintahan ada di kotaku ini. 

Kota Jakarta ini memiliki dua polemik yang sudah mendarah daging setiap tahun bahkan harinya, bagaimana tidak tengoklah kota Jakarta kala malam dan pagi hari, ribuan warga berbondong-bondong memadati segala angkutan kota, bahkan jalananmun tak dapat berkutik, jika aspal jalanan itu dapat berkata mungkin dia sudah lelah dengan ribuan kendaraan yang memadati kota ini setiap harinya tanpa henti. Itu lah kemacetan kota ini, lain halnya kala musim hujan menyapa, kita akan melihat kota ini tak dapat menampung berapa ratus kubik air yang meluap ke daratan hingga mengakibatkan “mati suri” kehidupan kota ini. Inilah kota Jakarta dengan dua ciri khasnya kemacetan dan banjir. 

Dan saat ini kota ini akan menganti pemimpin, menganti kepala menganti nahkoda, namun masih sama kah atau berganti wajah, dan siapkah kamu warga Jakarta untuk memilih pemimpin yang tepat untuk memperbaiki kota ini. Setiap pemilihan akan ada dimana kampanye yang selalu menawarkan berbagai janji guna memenangkan dirinya untuk menjadi pemimpin, hingga masyarakat pun mencapai titik jenuh dengan ungkapan “janji hanya sekedar janji, janji palsu tepatnya” inilah yang mengambarkan setiap ukiran cerita kala kampanye. 

Tetapi siapkah dirimu memilih bukankah satu suaramu akan sangat penting nantinya, untukmu kelak yang akan memimpin kota ini, ungkapkan kejujuran kala kampanye, hentikanlah serangan fajar yang selalu terjadi hingga ku bosan mendengarnya, evaluasi kinerja pemimpin sebelumnya bukan membuat kebijakan baru yang “nyeleneh”, karena semua hal perlu di evaluasi di uji dan diperbaiki bukan untuk membentuk hal baru. Pemimpin itu berat dalam mengemban amanah. Jadi untukmu kelak pemimpinku, amanahlah dirimu karena menjaga kepercayaan ribuan rakyat yang memimpinmu itu penting.

Minggu, 14 Februari 2016

Kala Sumatera di Sapa....





Tiada hari tanpa pengharapan, tiada hari tanpa berdoa memohon kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, begitu pula ketika tahun lalu 2015, kala Indonesia di sapa dengan kabut asap berbulan-bulan lamanya bahkan Indonesia harus siap siaga akan bencana kabut asap yang berimbas bukan hanya Indonesia melainkan beberapa Negara tertangga pun terganggu akan kabut asap tersebut, segala aktivitas terhambat kala itu.
Berakhirnya tahun 2015 pastilah ada suatu secercah harapan untuk terhindar dari segala musibah namun takdir berkata lain untuk saat ini, saat ini Indonesia terkhususnya Pulau Sumatera kembali lagi di sapa, musibah banjir bandang yang terjadi saat ini begitu mendadak, seperti yang kita ketahui banjir bandang tak kenal waktu, tak kenal pemberitahuan, tak kenal waspada, banjir bandang terjadi dalam waktu yang sangat cepat seolah-olah tanpa peringatan dan berbeda dengan banjir biasa, dimana permukaan air naik secara perlahan-lahan, hal inilah yang terjadi di Pulau Sumatera.
Pulau Sumatera yang berada dibagian barat Indonesia ini sedang mengalami musibah banjir bandang yang melumpuhkan pulau sumatera, lalu lintas terhambat, banjir dimana-mana bahkan korban jiwa pun berjatuhan, tangisan dimana-mana, keinginan untuk kehidupan lebih baik sirna kala musibah menyapa. Banjir bandang dialami hampir di seluruh wilayah Sumatera.
Akibat banjir bandang ini mengharuskan masyarakat untuk mengungsi mencari tempat yang layak untuk di tempati sementara hingga banjir surut, mulainya penyakit ketika banjir pun pasti akan bermunculan, belum lagi korban jiwa akibat banjir yang begitu mendadak, tidak hanya korban jiwa namun harta benda pun rusak kala dibawa banjir, semua terganggu aktivitas kehidupan terhambat namun siapa yang mampu menampikan ketika musibah memang akan menyapa, sungguh pilu jika mengingat musibah terus menerus hadir membayangi kehidupan kita, musibah tiada yang tahu.

Untuk itulah sebagai bagian dari Indonesia sudah sepatutnya kita saling bahu membahu menjaga kehidupan, minimal dari tindakan sehari-hari untuk tidak membuang sampah sembarangan atau bahkan kerjabakti untuk menjaga lingkungan, bukankah ada pepatah mengatakan kebersihan sebagian dari iman, maka jika memang iman ku bersih kebersihan pun pasti turut dijaga, bahkan ketika sudah di sapa pun pemerintah harus membuka mata mengutip perkataan Konferensi Dunia “Sesuai dengan deklarasi Hyogo yang ditetapkan pada Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana, di Kobe, Jepang, pertengahan Januari 2005 yang lalu. Berbunyi : “Negara-negara mempunyai tanggung jawab utama untuk melindungi orang-orang dan harta benda yang berada dalam wilayah kewenangan dan dari ancaman dengan memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan resiko bencana dalam kebijakan nasional, sesuai dengan kemampuan mereka dan sumber daya yang tersedia kepada mereka”. Dan sesuai dengan pasal 6 UU No.24 Tahun 2007 mengenai penangulangan pasca bencana.

Oleh karena itu, pemerintah pun tidak dapat tutup mata, kita pun sebagai bagian dari Indonesia harus melek harus buka mata lepaskanlah kacamatamu ketika melihat saudaramu mengalami kesulitan, harus turun tangan. ,mari berikan bantuan karena bantuan itu bukan hanya materi namun juga dukungan moriil, karena musibah bukan milik sendiri walaupun tidak merasakan secara langsung namun hati akan terasa perih dan pilu jika melihat musibah yang menimpa bangsa Indonesia, sehingga akan bermunculan berbagai kegiatan tanggap bencana maka ikutlah turut andil dalam membantu sesama saudara, karena inilah Indonesia yang akan selalu bahu membahu jika musibah dan kesulitan itu hadir menyapa, Indonesia ku Indonesia tercinta.

                                               
                                    Helmina Mutia
                                                                                    Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2013
Universitas Negeri Jakarta

Salahkah Sang Saka Berkibar




Perjalanan dalam mencapai sebuah kesuksesan pastilah mengalami rintangan dan lika-liku yang menjadikan seseorang itu akan mampu menjadi seseorang yang gagah dan tangguh dalam menghadapinya ditopang pula dengan berbagai pembelajaran dari kehidupan yang mengajarkannya, karena hidup harus lah mampu memahami dan mempelajari segala aspek kekurangan dan kesalahan yang pernah dialami agar suatu saat tidak mengulanginya kembali, inilah yang harus dipelajari oleh pemerintah saat ini.
Kabarnya generasi muda saat ini adalah generasi emas Indonesia yang suatu saat akan Berjaya jika kita semua mampu bahu-membahu membangun peradaban bangsa yang lebih baik, namun lain halnya jika ada salah satu aspek tidak mendukung generasi emas, apakabar pemerintah Indonesia saat ini, yang  “katanya” sedang memperbaiki salah satu aspek yaitu pendidikan dengan wajib belajar 12 tahun serta berbagai dukungan dari beasiswa, cukup kah itu?
Saat ini sejujurnya Indonesia sedang mengalami masa redup dalam pencapaian mendali emas di berbagai kejuaraan baik nasional maupun internasional, bahkan baru beberapa tahun terakhir sepakbola Indonesia non-aktif, serta sekarang kabarnya adalah salah satu pemuda yang sedang bertarung meraih impian untuk mengibarkan sang saka “Merah Putih” dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia “Indonesia Raya” di salah satu ajang pentas internasional pun terganjal akan salah satu aspek yang kurang diperhatikan pemerintah.
Kala itu, bendera “Merah Putih” tidak berkibar seutuhnya dikarenakan salah satu permasalahan bahkan Lagu “Indonesia Raya” pun hanya dinyanyikan dengan suara lantan, jadi teringat akan semangat para pahlawan dalam mengibarkan merah putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia dengan gagah dan suara yang lantang yang mampu merubuhkan bumi ini membuktikan bahwa Indonesia mampu dan Indonesia bisa!
Haruskah dikatakan bahwa saat ini Indonesia terlalu “diremehkan” ataukah bangsa ini sendiri yang membuat kata “diremehkan”, mengutip dari sebuah lagu kebanggaan Indonesia “berkibarlah benderaku merah putih gagah perwira di seluruh pantai Indonesia, kau tetap pujaan bangsa, siapa berani menurun kan engkau serentak rakyatmu membela” apakah lagu tersebut saat ini hanyalah isapan jari, lukisan masa lalu, dan sudah tak berarti lagi di hati rakyat Indonesia,
Salahkah Sang Saka Merah Putih Berkibar, ataukah tiada artinya lagi untuk berkibar, bagaikan sebuah permainan sepakbola yang apik jika kesebelas pemain mampu berkerjasama membuat gol, apakah kita semua tidak mampu berkerjasama dan membuat sebuah generasi emas Indonesia di masa yang akan datang, wahai pemerintahku yang mampu membantu segala dukungan pada generasi kami, stoplah perbuatan korupsi kolusi dan nepotisme, bukalah hatimu untuk memperbaiki kehidupan Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi, jikalau kalian mempercayakan kami jika kami Generasi Emas Indonesia, mari kita saling bahu-membahu mewujudkan Generasi Emas yang mampu mengibarkan Sang Saka Merah Putih di mata dunia, bukankah Indonesia dikenal salah satunya dengan budaya gotong royongnya maka sudah pasti kita mampu, walaupun bhineka tunggal ika yang berarti “walaupun berbeda namun tetap satu jua”
Mengutip perkataan soekarno “berikanlah aku 10 orang pemuda maka ku kan guncangkan dunia” jika sepuluh pemuda saja mampu, apalagi kita lebih dari 200 juta penduduk Indonesia haruslah mampu membuktikan bahwa Indonesia Bisa Indonesia Mampu, Karena Kita Indonesia, Kibarkanlah Sang Saka Merah Putih, Indonesia Merah Darahku, Putih tulangku bersatu dalam semangatku!

Helmina Mutia
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2013
Universitas Negeri Jakarta